Sabtu, 01 Mei 2010

Memindah Tangankan Hutang Finansial Kepada Orang Lain


Jadi hawalah diartikan sebagai perpindahan utang dari tanggungan pihak yang berhutang kepada pihak lain yang berkewajiban menanggungnya. Rukun hawalah adalah muhil, yakni orang yang berhutang dan sekaligus berpiutang, mudal atau muhtal, yakni orang yang berpiutang kepada muhil, serta muhalalaih, yakni orang yang berhutang kepada muhil dan wajib membayar hutang kepada muhtal, dan sighat (ijab-qabul). Karena merupakan perpindahan utang, hawalah dibolehkan pada piutang yang tidak berbentuk barang / benda karena hawalah adalah perpindahan utang. Oleh sebab itu hawalah bisa diterapkan pada uang atau kewajiban finansial.
Salah satu pihak yang bisa melakukan akad hawalah ini adalah lembaga keuangan syariah. Hawalah dapat digunakan dalam bentuk factoring / anjak piutang, dimana nasabah memiliki piutang kepada pihak ketiga memindahkan piutang tersebut kepada bank, sehingga bank akan membayar piutang nasabah dan menagih hutang kepada pihak ketiga tersebut.
Sebagai ilustrasi, perjanjian pengalihan hak dan kewajiban (piutang) nasabah (pihak pertama / muhil) kepada bank (pihak kedua/muhal) dari nasabah lain (pihak ketiga/ muhalalaih). Pihak pertama meminta bank untuk membayarkan terlebih dahulu piutang yang timbul, baik dari jual beli maupun transaksi lainnya. Setelah piutang tersebut jatuh tempo, pihak ketiga akan membayar kepada bank. Bank akan mendapatkan keuntungan dari upah pemindahan itu.
Ada beberapa ketentuan harus dijalankan dalam hawalah oleh LKS seperti perbankan syariah misalnya. Salah satunya menurut fatwa dewan syariah nasional majelis ulama Indonesia no: 12/DSN-MUI/IV/2000, pernyataan ijab qabul harus dinyatakan oleh semua pihak. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad). Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau menggunakan cara-cara komunikasi modern. Hawalah dilakukan harus dengan persetujuan muhil, muhal/ muhtal dan muhalalaih. Kedudukan dan kewajiban para pihak harus dinyatakan dalam akad secara tegas. Jika transaksi hawalah telah dilakukan, pihak-pihak yang terlibat hanyalah muhtal dan muhalalaih; dan bank hak penagihan muhal berpindah kepada muhalalaih.
Lantas apa perbedaan antara hawalah dengan transaksi yang terjadi di bank syariah? Pada transaksi konvensional, bank membayar nasabah sebesar nilai piutang yang sudah di discounted di muka, dan bank menagih akseptor secara penuh. Sementara pada bank syariah, bank tetap membayar penuh pada nasabah, namun nasabah dikenai biaya administrasi.

Hal lainnya, pada bank konvensional, setelah pembayaran di-discounted di muka, nasabah masih dikenai biaya administrasi. Di samping juga pada bank konvensional, invoice yang telah jatuh tempo dapat diperjualbelikan dengan discounted, di bank syariah transaksi transaksi semacam itu dilarang. Terakhir, pada bank konvensional sebelum jatuh tempo piutang tersebut dapat diperjualbelikan lagi kepada pihak lain,(bahkan bisa beberapa kali pindah tangan) sedangkan di bank syariah transaksi semacam itu juga dilarang.
http://www.arafahgroup.com/bmt/bmt.php?act=artikel&act2=artikel%20selengkapnya&id=56

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

siapapun anda bisa berkomentar sebebas anda memandang hal yang baik, itu berarti berkomentar dengan bijak dan jerinih. terimakasih atas partisipasinya